WELCOME IN MY BLOG

Pages

Rabu, 12 Maret 2014

INTERNET CARDING

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan dampak yang sangat positif bagi peradaban umat manusia, Salah satu kemajuan zaman yang fenomenal sekarang ini adalah internet yang mana telah merubah cara seseorang berkomunikasi, bersosialisasi dan memudahkan seseorang dalam memperoleh informasi.
Akhir ini sudah sangat marak adanya situs jejaring social seperti facebook, tweeter, plurk dll yang mempermudah seseorang dalam berkomunikasi dan bersosilisasi antara satu orang dengan orang lain yang berada pada tempat yang tidak terbatas, selain itu adalah aktifitas  ekonomi seperti beriklan dan menjual produk lewat internet yang terbukti sangatlah efektif dan ekonomis karena penjual tidak perlu menghabiskan uang sampai jutaan atau milyaran rupiah untuk membangun sebuah usaha dan menyediakan peralatan serta menyewa para pekerja dalam menjual produk nya, tapi cukup dengan membuka situs di internet yang diawali oleh seorang operator. Namun ibarat mata uang yang mempunyai dua sisi, selain hal yang positif, otomatis dampak negatif dari kemajuan tersebut juga akan muncul sebagai tandingannya. Karena adanya perkembangan teknologi yang terus meningkat, tingkat angka kejahatan dari tahun ke tahun juga akan semakin meningkat secara signifikan jumlahnya, baik dari segi korban maupun jumlah uang yang raib. Salah satu contoh dari kejahatan di internet adalah Carding.
Carding merupakan salah satu kejahatan di internet yang berupa penipuan dalam proses perbelanjaan, yaitu dengan berbelanja mengguakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain yang diperoleh secara illegal dan biasanya dengan mencuri data di internet. Sasaran yang dituju oleh carder (sebutan bagi para penipu di internet) adalah website berbasis E-commerce yang memungkinkan data basenya menyimpan puluhan bahkan ratusan kartu kredit, paypal atau data nasabah bank. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud  alias penipuan di dunia maya.  Terdapat banyak karakteristik kejahatan carding yang terjadi, di antaranya adalah :
1.   Minimized Physical Contact (tidak adanya kontak secara fisik)
System modus ini adalah carder  tidak perlu mencuri kartu kredit secara fisik, tapi cukup  dengan mengetahui nomornya, pelaku sudah bisa melakukan aksinya.
2.   Non violance (tanpa kekerasan)
Pelaku tidak melakukan kekerasan secara fisik seperti  ancaman yang menimbulkan ketakutan sehinga korban memberikan harta bendanya.
3.   Global
karena kejahatan ini terjadi lintas negara yang mengabaikan batas-batas geografis dan waktu.
4.   High Technology
Sarana yang digunakan dalam kejahatan tersebut menggunakan peralatan berteknologi yang berupa jaringan internet.




Pihak yang terkait dalam pelaku carding antara lain: sumber

1.    Carder
Carder adalah pelaku dari carding, Carder menggunakan e-mail, banner atau pop-up window untuk menipu netter ke suatu situs web palsu, dimana netter diminta untuk memberikan informasi pribadinya.

2.    Netter 
Netter adalah pengguna internet, dalam hal ini adalah penerima email (nasabah sebuah bank) yang dikirimkan oleh para carder.

3.    Cracker
Cracker adalah sebutan untuk orang yang mencari kelemahan sistem dan memasukinya untuk kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari sistem yang dimasuki seperti pencurian data, penghapusan, penipuan, dan banyak yang lainnya.

4.    Bank
Bank adalah badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak37. Bank juga merupakan pihak yang menerbitkan kartu kredit/debit, dan sebagai pihak penyelenggara mengenai transaksi online, ecommerce, internet banking, dan lain-lain.


Proses pertama yang dilakukan seorang carder adalah dengan Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain: phising (membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca),hacking, sniffing, keylogging, worm, chatting dengan merayu dan tanpa sadar memberikan nomor kartu kredit secara sukarela, berbagi informasi antara carder, mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor-nomor kartu kredit buat carding dan lain-lain. Setelah itu Mengunjungi situs-situs online yang banyak tersedia di internet seperti Ebay, Amazon untuk kemudian carder mencoba-coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya mencukupi. Lalu melakukan transaksi secaraonline untuk membeli barang seolah-olah carder adalah pemilik asli dari kartu tersebut dan Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet di bawah 10 %, namun menurut survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat keenam dunia dan keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga akhirnya Indonesia di-blacklist oleh banyak situs-situs online sebagai negara tujuan pengiriman. Oleh karena itu, para carder asal Indonesia yang banyak tersebar di Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan, maka carder langsung dapat mengambil barang tersebut.
Dan untuk menangani hal-hal tersebut  polri telah menyikapinya dengan membentuk suatu satuan khusus di tingkat Mabes Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime. Di awali oleh personil terlatih untuk menangani kasus-kasus semacam ini, tidak hanya dalam teknik penyelidikan dan penyidikan, tapi juga mereka menguasai teknik khusus untuk pengamanan dan penyitaan bukti-bukti secara elektronik. Mengingat dana yang terbatas karena mahalnya peralatan dan biaya pelatihan personil, maka apabila terjadi kejahatan di daerah, maka Mabes Polri akan menurunkan tim ke daerah untuk memberikan asistensi. Dan secara detil dapat saya kutip isi pasal tersebut yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access:
Pasal 31 ayat 1: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara tertentu milik orang lain.”
Pasal 31 ayat 2: “Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan.” . semoga langkah awal dari pengamanan ini mampu mencegah kejahatan-kejahatan yang terus meningkat. (sumber)










Tidak ada komentar:

Posting Komentar